Bukan Sekadar Pajangan, Ini Makna di Balik Atribut-atribut Tradisi Tumbilotohe di Gorontalo
- Bian Athallah Semesta
Gorontalo – Tiga malam menjelang Idulfitri, warga Gorontalo punya tradisi yang disebut tumbilotohe. Tumbilotohe terdiri dari dua kata Bahasa Gorontalo yakni tumbila dan tohe. Tumbila atau tumbilo artinya pasang sedang tohe berarti lampu.
Jadi bisa diartikan tumbilotohe adalah pasang lampu atau malam pasang lampu karena dilaksanakan pada malam hari.
Tumbilotohe diekspresikan oleh masyarakat gorontalo saat ini dengan cara yang tradisional sampai moderen.
Perayaan tradisional dilakukan dengan memasang beberapa buah lampu dari botol minuman yang dipasangi sumbu dan digantung pada alikusu.
Sementara perayaan moderen hanya mengganti lampu botol tadi dengan lampu hias.
Alikusu biasanya dipasang di tepi jalan atau di halaman rumah. Pada alikusu juga dipasang beberapa atribut seperti pohon pisang, tebu, bunga polohungo, dan janur kuning.
Atribut-atribut ini bukan sekadar pajangan. Semua memiliki makna yang erat kaitannya denga ketauhidan.
Berikut ini penjelasannya dikutip dari beberapa artikel yang ditulis oleh Supandi Rahman, akademisi IAIN Sultan Amai Gorontalo. Yuk kita bahas.
1. Alikusu
Alikusu ini semacam pintu gerbang yang bermakna tempat hidup. Mengapa demikian? Karena pada alikusu digantung lampu-lampu minyak yang menyala.
Makna filosofis daei lampu minyak adalah kesatuan roh dan jasad. Lambu sebagai simbol jasad sedangkan cahayanya ada simbol dari roh.
Jumlah lampu yang digantung pada alikusu berjumlah 27 buah dan syarat makna keislaman.
Pertama, 13 buah lampu bagian dasar melambangkan 13 rukun shalat. Kedua, 9 buah lampu pada tingkatan ke dua mewakili Rasulullah SAW, 4 Sahabat (Abubakar, Umar, Usman Ali), dan 4 Malaikat (Jibril, Mikail, Izrail, Isrofil).
Ketiga, 4 lampu bagian atas kiri dan kanan melambangkan jejak pendekatan diri kepada Allah (Syariat, Tarekat, Hakikat dan Makrifat). Sedangkan 1 lampu pada bagian paling atas adalah simbol daei Dzat yang maha tinggi dari segala-galanya yakni Allah SWT.
2. Janur (lale)
Janur kuning atau dalam bahasa Gorontalo disebut lale bermakna simbolik masyarakat Gorontalo.
Masyarakat dianjurkan untuk berhiass diri menyambut malam Lailatul Qadar.
Janur kuning yang menari-nari ketika tertiup angin menggambarkan perasaan senang masyarakat Gorontalo ketika menyambut malam lailatul qadar.
3. Lampu botol/minyak
Lampu botol ini bermakna simbolik kekuatan hidup. Sebab lampu yang tertiup angin maka pasti cahayanya pun padam.
Sedangkan makna filosofisnya adalah Alquran sebagai pemberi cahaya bagi kehidupan umat manusia.
Selanjutnya sumbu atau tubu. Tubu terbuat dari beberapa untaian benang. Artinya masyarakat Gorontalo berperilaku lurus dan kuat. Apabila kusut, maka pasti nyala lampu tidak akan lama atau redup.
Begitulah sifat manusi. Apabila perangainya kusut maka tindakannya sangat kasar.
4. Polohungo
Polohungo adalah sejenis bunga berwarna-warni yang banyak dijumpai di Gorontalo. Tumbuhan ini juga sering dipakai pada pelaksanaan-pelaksanaan ada Gorontalo.
Polohungo memiliki makna bahwa setiap kehidupan pasti ada warna-warninya sendiri. Baik itu suka-duka, tawa-sedih, dan perbedaan. Semua itu dapat disatukan lewat jalan Islam.
5. Tebu (Patodu)
Tebu adalah tumbuhan yang ketika semakin tua semakin manis pula rasanya.
Karena itu, tebu dalam hal ini memiliki makna memperbaiki perilaku dalam berkehidupan.
6. Pisang (Lambi)
Lambi bermakna kesuburan, kebersamaan, dan survive. Pisang juga dapat diartikan sebagai bentuk kesungguhan dalam mengabdi.