Sejarah THR: Muncul Pertama Kali di Tahun 1950-an, tapi Siapa yang Mempopulerkannya?

Ilustrasi uang THR
Sumber :
  • pixabay

Gorontalo – Satu istilah yang begitu populer menjelang lebaran Idulfitri adalah Tunjangan Hari Raya atau THR.

Prabowo Subianto Belum Terima Surat Pengunduran Diri Sandiaga Uno: Santai Saja

Melihat sejarahnya, THR ini hanya dikhususkan untuk pegawai negeri sipil saja atau dulu disebut pamong pradja.

Namun, sekarang istilah ini tak mengenal usia dan jenis pekerjaan. Siapa saja bisa minta THR entah kepada bos di kantor, orang tua, bahkan kerabat.

Tidak Ada Libur, Indra Sjafri Bikin Penggawa Timnas Indonesia U-22 Bisa Lebaran Bareng Ortu

Tapi kapan sebenarnya THR ini berlaku dan siapa yang mempopulerkannya? Yuk kita bahas sejarahnya.

Muncul di tahun 1950-an

Dari berbagai sumber, THR ini mulai dikenal di Indonesia pada tahun 1950-an. 

Gorontalo Masuk Daerah Paling Sedikit Masalah THR Pekerja, Nyaris Tanpa Aduan

THR ini muncul dari program Kabinet Sukiman-Suwirjo yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan para pegawai saat itu.

Program ini didukung dengan kondisi keuangan Indonesia yang stabil sehingga pemerintah bertekad meningkatkan kesejahteraan pegawai melalui tunjangan hari raya.

Nah, besaran THR untuk para pegawai saat itu berkisar pada angka 125 hingga 200 USD atau setara Rp1,1 juta sampai Rp1,75 juta.

Diperkenalkan Perdana Menteri Soekiman

Sesuai nama kabinet yang meluncurkan program THR ini yakni Sukiman-Suwirjo, THR ini diperkenalkan oleh Soekiman Wirjosandjojo.

Soekiman adalah Perdana Menteri ke-6 dari Masyumi yang menjabat sejak 27 April 1951 sampai 3 April 1952.

Nah, pada saat itu Soekiman selaku Perdana Menteri mengeluarkan kebijakan THR ini menjelang hari raya. Belakangan program ini masyhur hingga saat ini.

Diprotes buruh

Kebijakan Soekiman ternyata tidak berjalan mulus. Pada tahun 1952 kebijakan tersebut mendapat protes dari para buruh.

Para buruh menginginkan kebijakan yang sama diterapkan di perusahaan mereka. 

Buntutnya, para buruh melakukan mogok kerja besar-besaran. Pemerintah pun harus turun tangan.

Perdana Menteri Soekiman saat itu dengan tegas meminta perusahaan bersedia membayarkan THR kepada para karyawannya.

Disini ketegasan Soekiman berhasil meredam aksi massa yang makin meluas.

Karena kebijakan Soekiman dan aksi protes para buruh istilah THR makin populer di Indonesia. 

Jadi Undang-Undang

Kendati sudah populer pada tahun 1950-an, pemberian THR baru diatur secara resmi di era orde baru.

Di bawah kendali Soeharto, muncul Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No 04/1994 tentang THR Keagamaan bagi pekerja di perusahaan.

Pasca reformasi, payung hukum para karyawan ini makin disempurnakan dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 13 tahun 2013 tentang ketenagakerjaan.