Ternyata Ini 7 Alasan Orang Sering Pamer Harta Seperti Mario Dandy
- Pexels
Gorontalo – Baru-baru ini masyarakat Indonesia tengah dihebohkan dengan aksi penganiayaan yang dilakukan Mario Dandy Satrio.
Tidak hanya tindakannya yang merugikan bnyak orang, kehidupan pribadinya yang masih berusia 20 tahun pun juga menuai sorotan tajam lantaran sering menampilkan gaya hidup mewah di media sosial.
Mario hanya satu dari sekian orang yang mungkin terjerat dalam kebiasaan flexing. Menurut Urban Dictionary, sebagaimana dikutip dari Bustle, flexing dapat diartikan pamer atau menyombongkan diri.
Sementara arti lain yakni memasang muka palsu, memalsukannya, atau memaksanya. Lantas mengapa orang suka memeroan sesuatu?
Tentu karena tindakan pamer dapat membuat seseorang terlihat luar biasa di mata orang lain. Meski demikian, tindakan tersebut tidak dapat membantu seseorang untuk mendapatkan teman. Berikut ada beberapa penyebab seseorang suka pamer.
1. Merasa rendah diri
Menurut Nurhayat dan Noorizki dalam Jurnal Flourishing, fenomena flexing erat kaitannya dengan penghargaan diri (self esteem) yang rendah.
Biasanya para pelaku cenderung lebih sensitif dan terganggu dengan kritikan. Memiliki sikap kehati-hatian, fokus pada diri-sendiri, dan berupaya meminimalisir kesalahan.
Dikatakan juga jika mereka jauh dari kebahagiaan hingga rentan menderita penyakit mental, seperti depresi.
2. Pengalaman traumatik
Peristiwa buruk di masa lalu ternyata juga berpengaruh pada alasan orang suka pamer di media sosial. Di masa kecil, beberapa pelaku flexing kerap dipandang rendah, entah oleh orang tua, teman sebaya, hingga guru di sekolah.
Bisa karena sering mengalami kekerasan ataupun perundungan (bullying). Dalam upaya ‘balas dendam’, mereka tak mau jatuh dalam lubang yang sama. Sehingga untuk memulihkan nama baik, selalu unjuk gigi dianggap sebagai cara terbaik.
3. Butuh pengakuan
Hampir setiap manusia membutuhkan validasi dari lingkungan sekitar. Baik itu tentang kecantikan, prestasi, maupun kekayaan. Namun, apabila dilakukan secara berlebihan ternyata berdampak pada kepercayaan diri.
Dilansir dari laman 2 Know Myself, orang yang secara gamblang menampilkan kemewahan sesungguhnya hanya mencari pembuktian.
Mereka bakal berasumsi bahwa orang lain akan memandang rendah jika tidak menunjukkan bukti nyata harta yang dimiliki.
4. Mengekspresikan diri
Dalam Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini karya Daviq Chairilsyah, disebutkan apabila kebiasaan menunjukkan kehebatan (show off) tidak hanya dialami orang dewasa, tetapi juga anak-anak.
Pamer pada anak-anak menjadi wujud mengekspresikan imajinasi, bagian dari perkembangan kemampuan kognitif. Biasanya dilakukan untuk mendapatkan perhatian atau apresiasi dari orang tua.
5. Tidak benar-benar kaya
Masih menurut 2 Know Myself, orang yang sering membicarakan pencapaian dirinya sendiri sebenarnya merasa belum bisa mencapai target. Mungkin, Anda tidak akan pernah menemui super model asli yang mengakui dirinya cantik.
Begitu pula dengan orang yang mengklaim masuk dalam kelas atas, berusaha memperlihatkan barang-barang mewah yang sudah dibeli. Sementara orang yang benar-benar tajir melintir lebih memilih untuk hidup sederhana.
6. Pengaruh lingkungan
Perilaku hidup berfoya-foya atau hedonisme juga berhubungan dengan alasan orang suka pamer di media sosial.
Dalam jurnal bertajuk Wabah Gaya Hidup Hedonisme Mengancam Moral Anak, keterikatan dengan komunitas mendorong seseorang bertindak seperti sesamanya.
Misalnya, berada di lingkar pertemanan yang terbiasa bergaya hidup mewah, maka individu juga dipaksa untuk mengikuti. Karena kelompok sosial yang relatif homogen akan bertahan lama di tengah masyarakat.
7. Perbedaan budaya
Kondisi geografis juga menciptakan konsekuensi tak sama pada tindakan seseorang. Organisasi Society for Personality and Social Psychology (SPSP) menemukan bahwa persepsi masing-masing individu dari berbagai belahan bumi membentuk cara berpikir yang berbeda.
Bagi sebagian orang, mengendarai Ferrari dianggap mewah di Asia, tetapi mungkin akan biasa saja menurut warga dari Benua Eropa.
Budaya Barat cenderung liberal dan lebih menghargai kesetaraan dibandingkan Budaya Timur yang jauh konservatif. Sehingga tidak ada patokan kuat untuk memaknai istilah mewah dan pamer.
Itulah alasan mengapa seseorang suka pamer di media sosial berdasarkan tinjauan ilmu psikologi. Demi memperoleh penghargaan, tak jarang manusia melakukan segala cara, termasuk flexing.
Meskipun mungkin tidak merugikan orang lain, menjadi diri-sendiri adalah hal terbaik daripada harus berpura-pura demi sebuah pengakuan.