Tidak Semua Hal Bisa Dipaksa untuk Terus Diperjuangkan

Ilustrasi orang sedih
Sumber :
  • Pixabay

Keduanya memang selaras dalam rasa, tapi tak sama cara pandang. Terlebih soal pernikahan. Sejak lima tahun lalu, saat keinginan menikah itu muncul, hingga sekarang rencana itu terhalang tembok besar ego dan gengsi. Biaya nikah terlampau tinggi pengaruh citra keluarga besar di belakang.

Darwis berpandangan syarat menikah paling utama bukanlah biaya, melainkan kesiapan mental dan menata niat. Harus siap untuk meletakkan mental di atas berbagai macam masalah, keruwetan-keruwetan, dan aneka problema. Bukan tergantung pada kemampuan finansial, usia pacaran, atau syarat-syarat lain.

Pandangan seperti ini selalu mental di hadapan sikap Arimi yang suka mendramatisir keadaan. Suka membanding-bandingkan hubungan mereka dengan pasangan lain.Harap-harap rencana berjalan mulus, perdebatan justru mengalir terus.

Selepas menebar ancaman, Arimi pergi. Entah ke mana punggungnya berlalu. Darwis tidak bergeming. Hanya memegangi gagang gelas kopi di meja. Aneh! Belum juga mencicipi mie instan dan roti bakar yang dipesan, Darwis terserang rasa mulas.

Dinyalakan sebatang rokok lalu buru-buru ke toilet. Sudah kebiasaannnya kalau buang air besar harus ngerokok.

Darwis tercenung. Kedua tangannya menopang kepala yang tertunduk lesu. Menyelami lagi kalimat bernada ancaman yang keluar dari mulut pacarnya barusan. Kata-kata itu bagaikan derai hujan yang jatuh di aspal berdebu. Menghapus semuamimpi yang sudah terawat hampir bertahun-tahun. Kesal, kecewa, marah, mengalir menuju muara air mata Darwis yang jarang keluar.

Kini, kata-kata Arimi bukan hanya menghapus mimpi, tetapi merajam segala ambisi yang belum terwujud. Melesat lebih kuat daripada tembakan salvo mana pun hingga menghilangkan rasa mulas di perut.

Sebatang rokok di tangan hampir habis, Darwis bergegas bersih-bersih. Di cermin toilet, muncul wajah Arimi, mengganti separuh badannya yang berdiri kaku.