Tidak Semua Hal Bisa Dipaksa untuk Terus Diperjuangkan
- Pixabay
“Aargghh!!!” Darwis menggeram. Rasa-rasanya cermin itu mau ditinju biar nanti darah gantinya. Beruntung ada pengunjung yang datang. Emosi yang sudah di ubun-ubun tertimbun rasa malu.
Sekembalinya dari toilet, seleranya makannya hilang. Kedua tangannya dilipat di atas meja. Tatapannya begitu tajam ke jalan. Diambil ponsel dari saku celana. Gelas kopi di meja di foto lalu dijadikan status WhatsApp lengkap dengan caption patah hati.
“Meminjam judul buku yang ditulis sahabatku: Selain Mendoakanmu, Aku Bisa Apa?” tulisnya.
Terlihat Arimi membaca status itu, tapi justru orang lain yang mengomentarinya. Orang itu Budi, sahabatnya waktu SMA. Kini mengajar di pesantren.
“Cukur saja breokmu, kalau ‘lelakimu’ masih bisa dikoyak-koyak cinta! Sharelock, Bro!” tulis Budi mengomentari status tersebut.
Setengah jam kemudian Budi tiba dengan dua bungkus rokok di atas meja.
“Kalau kurang bilang!”
Layaknya dua laki-laki yang sudah lama tak berjumpa, mereka larut dalam obrolan. Tawa diantara mereka menyapu bersih seluruh sudut kedai yang mulai sunyi.