RA Kartini Melawan dengan Cinta Ada Apanya
- Tropenmuseum
Gorontalo – Banyak orang mengenal Kartini lewat sebuah kalimat “Habis gelap terbitlah terang”. Habis gelap terbitlah terang adalah judul buku yang didedikasikan untuk perjuangan Kartini membela kaum perempuan. Adalah Mr JH Abendanon, yang berhasil mengumpulkan surat-surat Kartini semasa hidup. Surat-surat itu kemudian dihimpun mejadi satu buku berjudul Door Duisternis tot Licht atau Habis Gelap Terbitlah Terang.
Di balik surat-suratnya itu, sebenarnya, ada getir yang dirasakan Kartini. Akan tetapi, getir itu berubah menjadi getar yang mampu dirasakan daratan jawa bahkan dunia sampai dengan saat ini.
Melawan Lewat Tulisan
Di masanya, perempuan pribumi selalu tertindas, khususnya perempuan Jawa. Adat kebudayaan Jawa menghambat perempuan menuju kemajuan. Adat Jawa di masa lalu sangat kental. Setiap perempuan berusia 15 tahun harus mengurungkan mimpi mengenal dunia luar alias dipingit.
Selain itu Perempuan Jawa saat di masa lalu dituntut mengiyakan poligami. Mereka harus tunduk perintah orang tua sekalipun harus menikah dengan laki-laki asing beristri.
Kartini merasakannya selama 6 tahun. Kartini menjalaninya dengan berjuta keresahan. Tak pelak kondisi ini digambarkan Kartini sebagai titik terendah perempuan di masanya. Namun, Kartini tak habis akal. Beberapa buku, surat kabar, majalah yang mengulas pola pikir perempuan Eropa dibaca satu per satu.
Sel-sel perlawanan pun mulai terbentuk. Ia melawan bukan dengan fisik melainkan lewat tulisan. Beberapa surat kabar dan majalah tertarik memuat tulisannya. Salah satunya De Echo dan De Locomotief. Lewat tulisan-tulisannya perlawanan Kartini tercium hingga seantero nusantara.
Kartini terus mengasah kemampuannya dalam menulis. Majalah berjudul De Hollandsche Lelie membawa Kartini berkenalan dengan salah seorang aktivis perempuan: Stella M. Zeehandelaar. Stella menjadi tandem Kartini dalam bertukar pikiran seputar feminisme dan pergerakan perempuan di Eropa lewat surat.
Mengajar Kaum Perempuan
Setelah melawan lewat tulisan, Kartini datang dengan perlawanan baru yakni memberi pendidikan pada perempuan. Kartini menuliskan bahwa perempuan Jawa harus di didik, harus diberi pelajaran, harus turut serta dalam pekerjaan raksasa: pendidikan bangsa yang berjuta-juta.
Bersama adiknya, Roekmini, Kartini membuka sekolah untuk perempuan pertama di pada Juni 1903. Pertama kali dibuka sekolah ini diikuti lima orang siswa, yang kemudian terus bertambah, bahkan datang dari kalangan keluarga priayi Jepara dan luar Jepara.
Cinta ada apanya Kartini
Melawan lewat tulisan, mengajar kaum perempuan hanya sebagian kecil perjuangan Kartini. Cinta Kartini kepada kaum perempuan sangat besar. Walaupun, pada perjalanannya perlawanan Kartini harus kandas gara-gara adat setempat. Misalnya bagaimana dia terpaksa menerima pinangan laki-laki beristri.
Pemikiran progresif yang bertabur gagasan itulah bukti bahwa cinta Kartini terhadap Kaum perempuan. Lebih tepatnya cinta ada apanya. Di mata Kartini kaum perempuan punya kekuatan besar yang mampu mengubah dunia, yang bisa diberdayakan bukan diperdayakan.