Tidak Semua Hal Bisa Dipaksa untuk Terus Diperjuangkan

Ilustrasi orang sedih
Sumber :
  • Pixabay

Gorontalo – Malam kian dekat peraduannya. Darwis dan Arimi masih nyaman diam-diaman di sudut kedai kopi kecil dekat kampus.

“Terus gimana?” kata Darwis membuka percakapan setelah hampir satu jam diam-

diaman.

“Kamunya yang gimana!” jawab Arimi.

“Setelah nikah, kita punya tanggungan lebih besar. Harus beli rumah, kenderaan, biaya hidup sehari-hari, belum kalau sudah punya anak. Biaya segitu bisa jadi modal hidup setelah nikah!” kata Darwis.

“Gak usah bertele-tele. Nikah aja belum. Kamu mikirnya kejauhan. Pokoknya, kalau sampai Februari kamu belum juga datang, maaf, terpaksa aku terima pinangan orang lain!” timpal Arimi.

Darwis dan Arimi memang mengatur janji bertemu. Setiap kali bertemu topiknya selalu sama; tentang pernikahan. Topik yang tidak terhitung lagi berapa kali mereka bahas.

Keduanya hidup terbentang jarak ratusan kilometer. Dipertemukan oleh studi di kampus yang sama pada tahun 14 tahun silam. Mereka pacaran sejak semester dua. Tidak terhitung lagi berapa kali mereka bertengkar, berapa kali putus nyambung, berapa banyak biaya untuk pacaran, dan berapa banyak misi terselubung saat lagi berduaan.