Berhasil Menantang Stigma, Mimpi Tukang Ojek Pinogu Setelah Jadi Anggota Polri
- Yakub / VIVA Gorontalo
Di perjalanan dia ditanyai apakah tidak berkeinginan menjadi anggota Polri. Lantas di menceritakan kegagalannya dulu. Kesempatan ini benar-benar digunakan Ismet untuk memuluskan mimpinya menjadi anggota Polri. Namun, bukan karena ada ‘orang dalam’ lantas profesi tukang ojek dia lupa.
Pernah suatu hari motor ojeknya rusak di tengah jalan. Ismet tak tahu harus berbuat apa kecuali mengadu ke ibunya. Tahu kondisi ibunya yang belum bisa membantu, dia terpaksa menginap di jalan.
“Mama cuma bilang waktu itu ‘kalau bapakmu masih hidup, mungkin kamu tidak jadi tukang ojek.’ Orang tua saya tidak bisa menghasilkan apa-apa. Bapak (sudah meninggal) saya tidak sempat lihat.”
Saat mengantar rombongan Polda Gorontalo, dirnya tak cuma mendapat masukan. Seorang perwira tinggi di Polda Gorontalo, yang juga penumpangnya itu, meminjamkannya motor untuk mengurus keperluan pendaftaran. Semua usahanya membuahkan hasil. Ismet dinyatakan lulus sebagai anggota Polri.
Sebelum itu, dia sempat meminta ibunya untuk menghadiri pengumuman layaknya peserta ujian lain. Namun, lagi-lagi karena tak punya sewa ojek, ibunya menolak. Biaya ojek dari Pinogu ke pusat kota sebesar Rp500 ribu hingga Rp750 ribu ditambah durasi perjalanan yang jauh, membutuhkan waktu 7-8 jam.
“Saya jemput ibu dulu,” katanya.
Di perjalanan, ibunya masih tidak yakin anak yang ditinggal bapaknya diusia tiga bulan itu bisa lulus. Namun, Ismet tetap meyakinkan ibunya bahwa semua keresahan dan stigma itu hanya bualan. Setelah tahu anaknya lulus, ibunya terdiam. Air mata yang lewat di pipi menjadi tanda rasa bangga. Ismet, anak bungsunya, si tukang ojek, berhasil memutus stigma, membuat nyata mimpinya.