Tentang Yayat: Pulang Terlanjur Cinta Tak Pulang Rindu
- Gorontalo VIVA
Gorontalo bagaikan lanskap alam berwarna hitam pekat di pikirannya. Tidak ada satu pun pengalaman, bahkan pengetahuan yang bakal menuntunya dalam ekspedisi menemui kekasih idaman.
“Pokoknya dipikiran itu, (Gorontalo) hitam semua!”
Meski begitu, dia berusaha mengenyampingkan rasa bimbang. Tahun 2014, kesempatan terbang ke Gorontalo tercapai, sekaligus menorehkan sejarah baru dalam hidup; untuk pertama kali pergi merantau. Uang tabungan jadi korban, pekerjaan di kampung dia tinggalkan, pun cita rasa kekeluargaan dan persahabatan di kampung dia tanggalkan.
“Pamitnya ke bapak saja. Bilangnya mau cari kerja dan mau ketemu Elan. Teman-teman dan saudara-saudara di kampung tidak saya beritahu.”
“Saya kesini bawa uang satu juta setengah. 1 juta buat tiket pesawat, 500 ribu untuk biaya hidup. Itu tabungan saya di kampung. Mumpung ada tabungan, kan? Baju saja, saya hanya bawa tiga lembar, celana dua.” Yayat melanjutkan cerita sambil terkekeh-kekeh mengingat betapa besar tekad dia kala itu.
Tiba pukul 19.00 Wita, kesan pertama Yayat di Gorontalo adalah sunyi. Sebuah tiang besar penopang atap bandara jadi saksi bisu, bagaimana seorang anak laki-laki dari kota Debus sedang kebingungan. Tanpa siapa-siapa, menerka-nerka ke mana arah selanjutnya, layaknya belajar peta buta.
Yayat lekas memberitahu Elan bahwa 3 jam perjalanan Banten-Jakarta naik mobil ditambah 1.5 jam penerbangan Jakarta-Gorontalo berjalan lancar tanpa hambatan. Tidak lama, Elan datang. Niat hati menjemput, Elan malah disusupi rasa ragu, dan nyaris membuat Yayat kehilangan kesempatan.
Namun, tanpa dia sadari, Elan telah membuat sebuah kesalahan. Di rumah, ibunya Elan mengalami kekalutan teramat hebat karena mengetahui anak perempuannya pergi tanpa permisi menjemput seorang laki-laki.