Tentang Yayat: Pulang Terlanjur Cinta Tak Pulang Rindu
- Gorontalo VIVA
“Saya sempat berpikir, kanapa ya, saya tiba-tiba ada disini? Rindu kampung halaman, rindu keluarga, rindu bapak, rindu teman-teman di kampung. Pokoknya seperti dikarantina sendiri.”
Beruntung ada Elan. Ibarat vaksin yang menguatkan imun, Elan berhasil menyudahi rasa rindu dari bilik karantina, dan misi perantauan kembali aman.
“Elan yang kasih saya semangat terus.”
Yayat bercerita, Tahun 2015 atau setelah resign dari mini market, dia melamar jadi karyawan depot. Ibu Pei menerima lamaranya dengan gaji bulanan sebesar Rp600 ribu. Kemudian naik jadi Rp 750 ribu hingga setara modal awal dari kampung.
Selagi lumayan cukup, sebagian penghasilan dipakai membayar arisan yang dikelola Ibu Pei setiap bulan. Setelah menunggu lama, akhirnya setoran tiap bulan berbuah keuntungan. Yayat menang arisan, kemudian dengan berani mengajak Elan ke pelaminan.
“Ibunya bilang lebih cepat lebih bagus. Tapi, pas saya beritahu bapak di kampung, bapak bilang sabar dulu.”
Baginya, depot bukan sekedar tempat bekerja. Antara Yayat dengan ibu Pei tidak ada batasan karyawan dan majikan. Ibu Pei sudah dianggap orang tua yang memberinya nafas panjang di tanah rantau. Bahkan setelah restu sang bapak datang, ibu Pei mengambil peran sebagai wali nikah Yayat.
“Nanti akad-resepsi, bapak dan saudara dari kampung datang. Ada 7 orang. Hampir seminggu disini. Tinggal di rumah ibu haji (panggilan Yayat untuk ibu Pei) juga. Pokoknya ibu haji itu sudah kayak orang tua sendirilah.”